KECERDASAN BUATAN ANCAM PERUBAHAN LANSKAP PEREKONOMIAN

Aries Heru Prasetyo.
Data Scientist, Vice Dean Research and Innovation PPM School of Management


SELANG satu abad terakhir, platform perekonomian global telah mengalami sedikitnya tujuh kali pergeseran. Berawal dari perekonomian berbasis pertanian yang dilanjutkan dengan basis industri pasca-Perang Dunia II, pola ekonomi dunia bertumbuh ke sektor jasa.

Kondisi itu ditandai dengan maraknya pertumbuhan bisnis jasa, mulai sektor pendidikan hingga kesehatan. Memasuki era 1990-an, lanskap perekonomian kembali bergeser ditandai dengan munculnya paham ekonomi global. Sebuah konsep yang diterapkan melalui sebuah perjanjian perdagangan bebas, yang memungkinkan terbangunnya suatu wilayah ekonomi tertentu.

Di kawasan Asia Tenggara, tren ini terus berlanjut hingga pencanangan masyarakat ekonomi ASEAN atau yang juga dikenal dengan istilah MEA. Uniknya, belum tuntas dengan tema ini, lanskap perekonomian kembali dimeriahkan arus kuat gelombang big data.

Beberapa pakar memandang big data sebagai sebuah era baru yang menciptakan ekosistem segar dalam konteks perekonomian kita. Persaingan tak lagi didasari hal-hal yang bersifat subjektivitas seperti pengalaman para senior atau manajemen puncak dalam mengelola usaha di perusahaan. Tak hanya itu, data-data historis di 1990-an yang dulunya masih dapat digunakan sebagai bahan analisis, kini tergolong sebagai data yang terlalu ‘usang’.

Di era ini, para pengambil keputusan berupaya untuk menginterpretasikan data-data jangka pendek dengan pertimbangan akurasi data dalam menghasilkan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan jangka pendek. Dengan kata lain, kecepatan olah data yang mampu menghasilkan informasi tepat guna dalam merumuskan keputusan kini telah menjadi satu pilar penting yang menentukan apakah perusahaan berhasil menjadi first mover atau tidak.

Studi yang kami lakukan dengan menggunakan teknik penambangan data (data mining) pada salah satu surat kabar harian di ‘Negeri Paman Sam’ selama 20 tahun terakhir menunjukkan bahwa tren pemanfaatan teknologi informasi dan internet meningkat tajam.

Dengan mempelajari kata kunci di setiap artikel pemberitaan ataupun ulasan bisnis dan ekonomi, selang empat tahun terakhir (2014-2018), penggunaan konsep ekonomi digital meningkat hingga dua kali lipat.

Lebih lanjut, konsep ini digunakan untuk mengulas strategi yang diyakini ampuh dalam mempertahankan posisinya di pasar. Uniknya, selang satu tahun terakhir, pembahasan terfokus pada upaya percepatan proses pengolahan data. Konteks inilah yang mendaratkan sistem kecerdasan buatan atau yang dikenal dengan artificial intelligence (AI).

Selanjutnya, penelusuran di ranah karya akademik dengan menggunakan kata kunci kecerdasan buatan selama satu tahun terakhir menunjukkan bahwa peran AI berpotensi menghilangkan posisi sumber daya manusia di lima sektor, yakni penerjemah, siaran radio, industri film, televisi, bahkan fasilitas riset dan pengembangan produk.

Selain karena pertimbangan konsistensi sistem dalam menjalankan alur berpikir, dasar pemikiran kedua ialah dari sisi efisiensi biaya. Studi-studi terakhir di Tiongkok menunjukkan bahwa efisiensi yang ditimbulkan dari reposisi peran antara AI dan manusia tergolong sangat tinggi.

Di Indonesia, pemanfaatan AI pada tingkat dasar telah lazim ditemukan pada fasilitas call center serta beberapa fungsi adminsitrasi di perkantoran. Sebagai contoh, business dashboard yang dikembangkan untuk menunjang sistim pengelolaan risiko secara otomatis telah mengurangi kebutuhan akan sumber daya manusia selaku pengelola risiko. Alasannya karena manusia merupakan salah satu pemicu risiko terbesar dalam perusahaan.

Kehadiran AI dalam perusahaan secara otomatis telah mendatangkan peluang bagi peningkatan produktivitas. Aspek teknis dari analisis kini sudah mulai dikerjakan mesin, menyisakan energi tenaga profesional untuk memikirkan hal-hal yang bersifat strategis.

Melalui cara ini, para profesional dapat terfokus pada titik-titik yang lebih bersifat jangka menengah, seperti memantau kinerja secara berkala serta merumuskan terobosan bagi peningkatan kinerja. Selanjutnya, respons para manajemen puncak akan kehadiran sistem ini sangatlah positif.

Melansir studi yang dilakukan di 500 perusahaan Fortune, lebih dari 67% eksekutif puncak merasakan dukungan positif dari sistem. Rata-rata mereka menyatakan bahwa sistem mampu memberikan wacana positif dalam pengambilan keputusan. Dengan cara tersebut, setiap keputusan akan dapat didasarkan pada logika data-data statistik dan tak lagi dilandasi dengan perasaan dan intuisi belaka.

Melihat daya dukung sistem yang sangat kuat ini, tak dapat dimungkiri bahwa permintaan akan sistem kecerdasan buatan langsung melejit. Dalam tiga tahun terakhir, perusahaan-perusahaan teknologi informasi besar mengklaim terjadinya peningkatan permintaan AI hingga di atas 70%.

Sayangnya, suplai yang diberikan tak sebanding dengan permintaan yang ada. Namun, kondisi ini diprediksi akan terbalik dalam hitungan singkat, mengingat sejumlah perusahaan raksasa mulai menggelontorkan investasi secara besar-besaran dalam sektor tersebut.

Inilah motor yang akan menggeser lanskap perekonomian kita dalam jangka menengah. Selamat berefleksi, sukses senantiasa menyertai Anda.

Sumber: MI

***


Share this article :

KLIK GAMBAR DIBAWAH INI UNTUK KE ARTIKEL LAINNYA